Kamis, 01 September 2011

MENGGALI MAKNA IKATAN; Interpretasi Terhadap Simbol IMM

Sebagaimana tercantumkan dalam tujuan IMM yang sesuai dengan AD IMM dalam bab II pasal 6 adalah mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah. Dari sini merupakan cita-cita dari personal kader yang menjadikan spirit dalam diri untuk berproses dalam menjalankan kehidupan. Dalam proses terbentukya akademisi Islam merupakan tujuan dari organisatoris dan mengapa IMM ini didirikan. Yang paling penting IMM adalah merupakan salah satu ortom dari Muhammadiyah dimana terbentuknya IMM merupakan salah satu usaha untuk mencapai tujuan Muhammadiyah. Ikatan merupakan pionir dari Muhammadiyah hal tersebut dikarenakan sudah jelas dalam tujuan Ikatan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah. Ikatan merupakan harapan bagi Muhammadiyah dalam dataran sebagai kader Muhammadiyah cendikiawan Islam yang berakhlak mulia dan secara organisatoris Ikatan bergerak dalam dataran keilmuan. Ikatan memiliki tugas yang berat disini menjadikan ikatan sebagai proses dan eksperimen menuju masyarakat ilmu sebagai mana dikatakan oleh Kuntowijoyo sebagai masayarakat Ilmu. Masyarakat ilmu ini menjadikan bersifat ilmiah, rasional dan melakukan praxis kemanusiaan. Masyarakat ilmu yang menjadi tugas dari ikatan merupakan kewajiban dari ikatan untuk memilih yang menjadi gerakan adalah basic keilmuan atau bergerak dalam nalar ilmu bukan dalam nalar politis Gerakan ikatan dalam bidang ilmu ini yang membedakan ikatan dengan organ pergerakan yang lain serta ortom yang berada di lingkungan Muhammadiyah. Latar belakang gerakan ikatan dalam ilmu menjadikan pilihan sadar dimana melihat basic dari kader bergerak dalam dataran akademisi yang terbiasa dengan logika ilmiah bukannya emosional. Gerakan ilmu yang dimiliki oleh ikatan ini menjadikan tradisi serta etos dari suatu komunitas yang membedakan dengan organ yang lain. Lontaran tersebut merupakan interpretasi yang singkat dari tujuan mengapa IMM didirikan dengan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia.
Manusia merupakan mahluk simbolis (homo simbolicum) yang dalam perbuatan dan prilakunya membentuk suatu simbol-simbol dalam membaca dan memahami sesuatu. Oleh karena itu, memerlukan tafsiran lain dalam rangka memahami simbol yang ia ciptakan dan memperoleh makna dari simbol tersebut. Simbol yang berada pada manusia sangat diperlukan dikarenakan untuk mengenalkan dirinya dengan yang lain. Begitupula dengan organ ia mencitrakan diri agar berbeda dengan organ yang lain, misalkan dengan KAMMI dengan pencitraan sebagai seorang kadernya tercermin dalam pakaian yang ia kenakan dan corak pemikiran dalam pemahaman keagamaan dengan pendekatan ideologis. Simbol yang ia ciptakan merupakan sebagai alat untuk mempersatukan emosional anggotanya dan membedakan anggotanya dengan organ yang lain. Sebagaimana dengan ikatan memiliki semboyan ataupun semacam logo yang dikenal oleh setiap kader ikatan. Semboyan ikatan Anggun dalam Moral, Unggul dalam Intelektual, merupakan doktrin untuk kader yang menjadikan spirit dalam langkahnya di ikatan. Pengkajian lebih dalam tentang kenapa semboyan itu mencul itu merupakan hal yang penting dalam rangka dapat menggungkapkan makna yang dimiliki oleh semboyan. Hasil terhadap simbol tersebut diinternalkan kepada kader sebagai pengenalan ikatan terhadap kader dan organ yang lain.
Sejarah tentang ungkpan semboyan IMM selama ini belum ada yang mecoba mengungkapkan dimana kader menerima semboyan tersebut dan tanpa mengkritisinya. Semboyan yang dimilki oleh ikatan ini merupakan suatu lambang ataupun motto yang digunakan oleh santriwati/siswa madrasah mualimat Yogyakarta dan seterusnya diadopsi oleh ikatan. Pengadopsian ini dikarenakan adanya suatu bahasa yang sederhana tetapi memiliki arti yang mendalam. Sebagai salah satu kader ikatan yang sudah mengenal semboyan tersebut mencoba melakukan kritisi terhadapnya. Pengkritisan itu sebenarnya sudah dilakukan sejak didalam pimpinan komisariat hingga terkhir terbawa pada Musda yang ke-XII DPD IMM Yogyakarta. Semboyan ikatan anggun dalam moral dan unggul dalam intelektual secara setruktur kalimat tidak memiliki masalah merupakan kata majemuk yang digabungkan memiliki arti yang utuh tidak dapat dipisahkan. Tetepi jika dilihat dalam sisi lain dengan menggunakan logika atapun alur berfikir secara filosofis maka itu akan bertentangan atapun saling tumpang tindih dalam kata tersebut. Sebagaimana dalam filsafat yang merupakan satu kesatuan berlaku secara sistematis berbicara tentang ontologi, epistemologi dan axiologi. Kiranya dapat dianalisa kata anggun dalam moral dalam kajian filsafat merupakan bagian dari axiologi yang berisi etika dan estetika sedangkan unggul dalam intelektual, merupakan wilayah epistemlogi dimana mengkaji tentang sumber pengetahuan dan bagaima cara memperoleh pengetahuan. Intelektual disi merupakan cara memperoleh pengetahuan sedangkan moral dalam kata anggun merupakan wilayah axiologi. Oleh karena itu, dengan pertanyaan yang mudahnya bagaimana cara mengetahui baik dan buruk, jika tidak mengenali apakah yang dikatakan baik dan buruk dan bagaimana cara memperolehnya. Jadi secara filosofis struktur dalam semboyan ikatan adalah tidak sistematis tetapi disini adanya kerancuan dalam logika berfikir dalam semboyan tersebut.
Pembenahan terhadap semboyan ini menjadikan kader menginternalisasi semboyan dengan logika berfikir yang sistemtis, benar. Dalam semboyan Ikatan yang dahulunya anggun dalam moran, unggul dalam intelektual dibalik menjadi unggul dalam intelektual, anggun dalam moral, dan radikal dalam gerakan. Penambahan kata radikal dalam gerakan ini merupakan tindakan praxis dalam melakukan suatu gerakan untuk melakukan transformasi sosial. Radikal memiliki arti secara mengakar, menyeluruh dan mendalam, sehingga yang ingin diharapkan ikatan dalam memlakukan suatu tindakan yang menjadi gerakan dilakukan secara mendalam dan bersifat menyeluruh serta praxis dalm gerakan. Gambaran yang sederhana seorang kader ikatan memilki kecerdasan intelektual, kecerdasan moral dan melakukan aksi nyata yang tercermin dalam prilaku seorang kader. Kata dalam semboyan ini bersifat berkelindan intralistik dan tidak dapat dipisahkan jadi memiliki arti yang menyeluruh bahwa kader ikatan pintar memiliki moral yang baik dan diterjemahkan atau tercermin dalam tingkah laku. Pembenahan terhadap semboyan ikatan tersebut menjadikan sebagai kader mencoba menggali apa yang selama ini sudah mapan dan perlu diduskisan kembali dalam rangka memahami makna yang berada dalam semboyan tersebut. Rekontruksi terhadap semboyan ini menjadikan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan IMM dibentuk yaitu terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia. Akademisi Islam yang berakhlak mulia ini sesuai dengan semboyan di Ikatan unggul dalam moral, anggun dalam moral dan radikal dalam gerakan. Secara struktur kata sesuai dengan semboyan ikatan kata akademisi merupakan kesesuaian dengan intelektual, hal ini dikarenakan intelektual merupakan bagaian yang terindentikan dengan akademisi begitu pula sebaliknya. Sedangkan kata yang beraklak mulia sesuai dengan kata anggun dalam moral hal ini dikarenakan sama dalam segi axiologi yang berkaitan dengan etika atau filsafat moral.
Ikatan sebagi sebuah organisasi memiliki tugas yang imban dalam rangka melakukan transformasi sosial. Ikatan merupakan pergerakan kemahasiswaan yang memiliki basic kader adalah mahasiswa memiliki kultur yang berbeda dengan pergerakan yang lain. Pergerakan ikatan masih dalam lingkungan Muhammadiyah untuk bangsa dan agama Islam. Oleh karena itu yang perlu di kerjakan oleh ikatan tercantumkan dalam bidang atau garapan ikatan yang tertuang dalam trilogi IMM kemahasiswaan, keagamaan dan kemasyarakatan. Trilogi yang dimiliki oleh ikatan ini merupakan tugas berat teman-teman untuk melaksanakan ketiganya sebagai cerminan dari ikatan dalam melakukan transformasi sosial. Sifat dari trilogi tersebut merupakan kesatuan yang intergral dimana satu-sama lain tidak dapat dipisahkan tetapi dapat dibedakan. Hal tersebut dikarenakan ketiganya merupakan cerminan dari realitas pada diri ikatan, meliputi asal, latar belakang, basic kader ikatan, basic keagamaan dan lahan garap untuk melakukan transformasi sosial baik dalam wilayah kemahasiswaan, keaagmaan dan kemasyarakatan. Trilogi yang berada dalam diri ikatan merupakan sarana ataupun tempat dalam melakukan transformasi sosial yang dilakukan oleh IMM.
Penerjemahan trilogi yang berada dalam ikatan merupakan suatu hal yang penting sebelum melakukan transformasi sosial dalam ketiga ranah tersebut. Pengungkapan makna trilogi ini menjadikan suatu disiplin keilmuan atapun semangat yang dibawa oleh ikatan yang tertuang dalam trilogi tersebut. Pengungkapan makna pada simbol yang tertera pada trilogi ikatan menjadikan ikatan memiliki daya tawar yang khas dengan pergerakan yang lain dan dapat dienternalkan pada kader. Pengungkapan ini menjadikan suatu karakteristik atau profil kader yang berada dalam ikatan, dimana merupakan pemaknaan yang menjadi unsur dari ikatan. Pengungkapan ini menjadikan langkah yang diambil oleh ikatan dalam melukan penbacaan ulang terhadap yang sudah mapan yang terdapat dalam ikatan. Pemaknaan yang tertera pada trilogi ingin menjadikan spirit atau yang harus dimiliki oleh ikatan sebagai seorang kader. Interpretasi terhadap simbol ini yang tertuang dalam trilogi keagamaan, kemahasiswaan, dan kemasyarakatan. Interpretasi tersebut menjadi keagamaan menjadi religiusitas (trasendensi), kemahasiswaan menjadi intelektualitas dan kemasyarakatan menjadi liberatif dan humanitas. Jadi unsur ketiga ini yang dapat dikatakan  menjadi IMM dihadapkan dengan pergerakan yang laian dan diri ikatan dimata kader-kadernya.
Pengungkapan dari masing-masing trilogi ini menjadikan seorang kader ikatan dalam salah satu triloginya seperti keagamaan maka seorang kader menguasai tiga tradisi dalam pengembangan keagamaan. Sebagai mana dikemukakan oleh Hasan Hanafi dalam melukan tugas pembangunan peradaban. Ketiga tradisi tersebut adalah tradisi klasik yang digunakan agama sebagai semangat pembebasan dan praxix sosial, kedua adalah tradisi sekarang yang dikenal dengan Oksidentalism. Tradisi sekarang ini menjadikan umat Islam melihat peradaban barat yang sudah sangat maju dan kita belajar pada mereka dan melengkapinya dan memiliki kedudukan yang sama antara barat dengan Islam sama-sama mengkaji pengetahuaan. Mengutip bahasanya Hasan Hanafi kesejajaran ego barat dengan Islam. Tradisi yang ketiga tradisi masa depan tradisi masa depan ini menjadikan Islam bersentuhan dengan tradisi sekarang dan meramalkan ataupun mimpi yang dibawa oleh Islam untuk merekontruksi peradaban. Menurut Hasan Hanafi dalam mencapai tradisi kedepan tersebut penggalian atau pemaknaan ajaran agam bercorak liberatif, emansipatoris, berpihak dan tidak bebas nilai. Umat Islam juga berhak menilai dirinya sendiri dan dapat menilai dan melakukan kajian terhadap peradaban barat, dari sini maka terjadinya kesejajaran ego antara barat dengan Islam. Pemahaman keagamaan ikatan berbeda dengan yang lain menjadikan ciri yang khas pada ikatan dengan menjadikan agama Islam sebagai rahmat bagi alam semesta. Pelaksaan agama Islam menjadi rahmat dengan mendialogkan antara kesalehan individual dan keshalehan sosial. Keshalehan individual merupakan cerminan dari sifat sufistik orang-orang tasawuf dan kesalehan sosial merupakan cerminan dari gerakan liberatif kaum marxian. Dari perpaduan tersebut sebenarnya sudah dilaksanakan oleh para nabi terhadahulu yang menjadi panutan bersama dalam membebaskan kaumny dan kaum tersebut mau dibawa kemana (transformasi profetik). Pelaksanaan trnasformasi profetik ini menjadikan Islam sebagai rahmat untuk alam dan menjadikan ajaran Isalam bersifat melampaui zaman dan waktunya ketika itu. Bahkan semangat agama membebaskan atau berpihak sudah di terapkan oleh pendiri Muhammadiyah dengan berdirinya sekolah, pantai asuhan, rumah sakit dan lembaga sosial yang lain. Semangat yang di bawa oleh Ahmad Dahlan adalah semangat profetis agama dalam melakukan transformasi sosial. Pemahaman keagamaan ikatan kita dapat menggali dari pemikiran tokoh-tokoh keagamaan dan beberapa ilmuan sosial yang menjadikan ilmunya untuk kemanusia bukan kepentingan penguasa dan pemodal. Islam disini menjadi sumber dan inspirasi dalam mengatasi problem sosial kemanusian dan problem lam yang terekploitasi oleh kepentingan modal dan tak memberikan manfaat bagai manusia yang lain serta generasi mendatang. Bahkan yang masih polpuler sekarang Islam sebagai ajarannya dapat bersikap damai bukannya dilabelkan sebagai agama teroris yang mengupayakan segala cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Interpretasi terhadap simbol trilogi yang kedua kemahasiswaan menjadi intelektualitas. Mahasiswa merupakan salah satu generasi yang peka terhadap perkembangan dan keadaan bangsa dan bagaimana menyikapi. Kalangan mahasiswa juga dikatakan sebagai generasi akademis yang menjadi salah satu sifatnya keterbukaan, siap menerima kritikan dan menghargai kebenaran bersifat plural corak berfikir futuristik. Menggunakan apa yang dicitakan oleh Kuntowijoyo sebagai contoh eksperimen dari masyarakat ilmu. Masayarakat ilmu ini perlu dimiki oleh ikatan yang berlatar belakang kader seorang mahasiswa yang diterjemahkan dalam kajiannya bersifat mimpi kedepan untuk melakukan transformasi profetik dalam mengatasi problem bangsa yang tak bertepi dan berujung. Gerakan yang dilakukan oleh ikatan memiliki sifat keilmuan yang akademis sebagai pengembangan dari kekayaan keilmu kader serta bentuk transforamsi sosialnya bersikap profesional dan mejadikan kesatuan paradigma gerakan dalam ikatan. Tetapi ketika sudah selesai dari ikatan bentuk transformasi sesuai dengan keahlian dan basic keilmuan kader, bairkanlah kader yang ditanam dalam lingkungan dapat mewarnai. Mungkin menggunakan istilah yang mudah biarkan kader di tanam di manapun agar tanah yang tadinya tandus menjadi subur atau mungkin menjadi tanah yang berintan, permata, emas atau mungkin yang lain selama bisa bermanfaat bagi yang lain. Gerakan yang dilakukan ikatan adalah keilmu bukan politis, itu pula yang membedakan gerakan Muhammadiyah dengan SI. Gerakan keilmuan yang dilakukan dengan mengutip Kuntowijoyo mengibaratkan menanam pohon jati, dimana pohon tersebut dalam hasilnya memakan waktu berpuluh-puluh tahun dan bahkan satu generasi untuk mengungguh buah yang dihasilkan. Bedanya dengan gerakan yang bersifat politis mencari momentum yang tepat dibaratkan dengan pohon pisang dimana cepat berbuah dan berkembang tetapi bersifat sementara dan yang dihasilkan pun tak memuaskan, bahkan yang paling menyedihkan setelah berbuah pohon pisang pun mati. Dapat dianalisis dalam sejarahnya bagaimana SI dan Muhammadiayah  gerakan yang dilakukan Muhammadiyah dalam menanamnya memerlukan kesabaran dan waktu yang lama tetapi dalam sejarahnya pada tahun 60-90an kader-kader Muhammadiyah banyak yang duduk dalam dataran pemerintahan dan menggunakan perangkat dalam melakukan transformasi sosial. Sedangkan apa yang dilakukan oleh SI dalam sejarahnya anggota SI dari waktu yang singkat berkembang dengan pesat terbukti dengan jumlah anggota yang mencapai wilayah nasional pada waktu itu, tetapi seiring berjalannya waktu dan riwayat organisasi itu hilang dimakan sejarah. Gerakan keilmuan dalam ikatan merupakan obor yang menjadikan Ikatan sebagai kader Muhammadiyah yang membedakan dengan yang lain. Ikatan harus berani dalam melakukan pilihan yang sadar dalam menentukan gerakannya. Sebagaimana tujuan dari didirikannya ikatan adalah untuk terbentuknya akademisi Islam yang beraklak mulia untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh Muhammadiyah. Ikatan harus sadar bahwa ikhlas dan istiqomah dalam memilih itu penuh dengan tantangan dan memerlukan waktu dalam mempertimbangkannya.
Pengungkapan simbol yang selanjutnya kemasyarakatan dengan interpretasinya humanitas dan liberatif. Humanitas yang dilakukan oleh ikatan merupakan suatu tuntutan melihat realitas yang terjadinya dehumanisasi yang dilakukan oleh manusia akibat konsep kesadaran yang ia miliki berdasarkan antroposentris. Kesadaran ini pertama di gulirkan oleh seorang filosof Rene Descartes seorang filosof dari Prancis dengan jargonnya saya berfikir maka saya ada (cogito ergo sum). Kesadaran yang dibangun oleh Descartes menjadikan manusia bersifat otonom dan menentukan nasibnya sendiri dalam menanklukkan alam. Dari konsep kesadaran yang dibangun oleh Descartes dalam perkembangannya melahirkan tradisi kebudayaan barat yang sekarang dimana pada masyarakatnya terjadi kemajuan teknologi yang dasyat dengan ditandai pada awal abad ke-19 penemuan metode ilmiah deduksi, induksi, ekperimen oleh Francis Bacon. Perkembangan industri yang berjalan di Barat sampai sekarang sudah menuju masyarakat postindustrial dalam istilah Daniel Bell. Masyarakat barat dengan perkembangan postindustrialisme ini memiliki kehampaan spiritual dan mereka memmbutuhkan sentuhan tentang religiusitas untuk peradaban barat. Menurut Doni Grahal Adian maka menunculkan istilah-istilah pragmatisme, anarkhisme, utilitiarisme dalam rangka mengobati peradaban barat tersebut. Dalam masyarakat postindustrial ini terjadinya peristiwa yang benar-benar yang tujuan teknologi dan sistem kapitalis adalah untuk mempermudah manusia malahan mempersulit manusia, hal ini sebagaimana dikatakan oleh oleh Weber dengan sangkar besi rasionalisme. Sistem kapitalisme dan perkembangan teknolgi telah berjalan sendri tanpa ada yang mengendalikan sehingga menjadi alat bagi para pemodal dan menyebabkan pada manusia peristiwa dehumanisasi dan pada ekologi kerusakan alam akibat ekploitasi yang telah dilakukan oleh manusia. Masyarakat dan para intelektual telah terjerumus dalam lembah hitam yang bekerja untuk kepentingan kekuasaan dan pengupayaan keilmuan menjadi alat legitimasi kekuasaan serta tanpa sadar telah di arahkan untuk kepentingan global berupa pasar bebas. Sejalannya sejarah peristiwa humanisasi antroposentris telah berjalan dan malah menimbulkan dehumanisasi. Ikatan sebagai organisai yang mengetahui dan sadar dengan realitas tersebut memiliki banyak pilihan dalam memberikan tawaran terhadap persolan yang tiada akhir dalam rangka menciptakan surga dunia dalam bahasanya Glen Fredly.
Melihat problem yang terjadi sekarang dalam era postmodernisme yang mencoba mengintegrasikan antara agama dengan ilmu pengetahuan atau penyapaan bahasa langit dengan bumi.  Pengintegrasian ini mencoba memberikan tawaran terhadap problem dehumanisasi  dengan menggunakan istilah Ali Syari’ati yang dikutip oleh Kuntowijoyo dengan berdasarkan humanisme teoantroprosentris. Humanisme ini mencoba humanisme yang didasarkan pada nilai ajaran agama dalam melihat manusia bukan pada manusia itu sendiri. Disini, Kuntowijoyo memberikan ilustrasi tentang fitrah adalah memanusiakan manusia, pada derajat yang sesungguhnya atau sebaik-baik manusia fi ahsani taqwin. Derajat manusia yang sesungguhnya adalah yang mulia tidak mengalami keterhinaan baik yang dilakukan oleh struktur ataupun super struktur yang menbentuk kesadran manusia. Pemanusian manusia atau proses humanisasi tersebut didasarkan pada teoatroprosentris bukan atroposentris. Proses manusiawisasi adalah upaya melakukan transformasi kesadaran akan diri manusia yang sesungguhnya berdasarkan nilai-nilai agama.
Liberatif dengan bahasa mudahnya proses pembebasan, proses pembebasan ini dilakukan oleh kaum marxis dalam menyelesaikan permasalahan sosial. Proses liberatif yang dilakukukan bersifat kesadaran dari yang dibebaskan mereka menyadari bahwa dirinya mengalami ketertindasan oleh sistem yang selama ini berjalanan. Liberatif dalam ikatan memilki megarah pada pembebasan dan sekaligus ada arah dan tujuan setelah dibebaskan. Proses pembebasan tersebut dapat dikatakan dengan profetical of liberatif. Profetical of liberatif ini dalam sejah kenabiaanya dapat kita merujuk pada pembebasan yang dilakukan oleh nabi Musa dalam memerdekaan kaumnya dari penindasan oleh Fir’aun dan setelah melakukan pembebasan dan benar merdeka dari sistem tersebut maka nabi Musa mengarahkan agar kaumnya memiliki kesadaran akan adany sang Pencipta. Semangat kenabian tersebut menjadikan proses pembebasan yang dilakukan oleh ikatan berbeda dengan yang dilakukan oleh marxian. Semangat pembebasan tersebut sebenarnya dalam sejarahnya dilakukan oleh Ahmad Dalan dalam melakukan transformasi sosial untuk konteks masyarakat Indonesia. Pembebasan yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan jika mengutip Abdul Munir Mulkhan adalah bersifat profetik hal tersebut dikarenakan Ahmad Dahlan dalam melakukan tranformasi sosial atau proses humanisasi, liberasi berdasarkan semangat trasendensi akibat bersentuhannya teks terhadap realitas. Upaya yang dilakukan Ahmad Dahlan metode kontekstualisasi dalam mendiologkan antara teks dengan realias dan dibarengi dengan aksi kongreat yang dapat  dirasakan oleh masyarakat.


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Jhoy Coles Arts | Bloggerized by Pk IMM Uhamka - Fakultas Agama Islam | thanks to Allah