Pada umumnya, gerakan mahasiswa dari dulu hingga sekarang telah mengalami pasang surut dalam menyikapi realitas-realitas social yang terjadi di masyarakat, akibat perubahan dari zaman ke zaman yang tidak dapat diindahkan. Dan hal yang sama pun terjadi pada semua organisasi-organisasi kemahasiswaan dan terkhusus di kalangan IMM itu sendiri. Untuk mengawal perubahan-perubahan yang terjadi di kalangan IMM dan masyarakat, tentunya membutuhkan daya nalar dan kritis dari para kader IMM.
Dalam rentang waktu yang mendekati 47 tahun, IMM telah menjadi bagian dari perjalanan bangsa ini, dan telah banyak mengukir prestasi besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dimana IMM menjadi salah satu saksi dan pelaku sejarah. Dulu ketika masih seumur jagung dengan jumlah anggota yang tidak banyak, IMM sudah tampil di garda terdepan bersama elemen bangsa yang lain melakukan perlawanan terhadap aksi perorongrongan Negara ala PKI, melawan berbagi praktek kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap rakyat serta menggiatkan diri mengasah kemampuan untuk mempersiapkan kepemimpinan bangsa ke depan.
Kini di usianya yang sudah matang dan dengan jumlah kader yang semakin banyak dan tersebar di seluruh penjuru negeri, IMM tetap tampil di garda terdepan untuk menjadi inspirasi pembebasan, pencerahan,serta perlawanan atas tatanan bangsa ini yang sedang jumud. Yang ragamnya merentang dari korupsi yang membudaya, kolusi yang menggurita, rasa malu yang sirna, hutang yang menumpuk, pengangguran yang semakin melonjak, angka kemiskinan yang semakin meningkat.
Jika melihat konteks sejarahnya, semestinya IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah mampu melahirkan banyak intelektual di zamannya, kaum intelektual yang selalu bergerak dengan agenda perubahan pembaharuannya. Individu-individu yang progresif dan produktif dengan konsep, model, pola, strategi maupun taktik perjuangan akan perubahan zamannya. Tetapi mengapa kesan tersebut seakan lenyap, dan hanya sebatas kenangan saja. Kelahiran IMM yang di dorong oleh karakteristik historisnya, merupakan modal untuk membangun dan memperkokoh identitasnya sebagai gerakan mahasiswa islam yang memiliki peran sebagai garda depan untuk melakukan liberasi atas ketertindasan dan kemiskinan umat, melakukan humanisasi untuk pencerdasan bangsa serta melakukan upaya-upaya transendensi sebagai penegakan nilai-nilai ketuhanan(nilai-nilai islam) dimuka bumi ini. Apalagi dalam ruangan yang tanpa batas ini, identitas baik kelompok maupun individu semakin kabur dan tidak jelas, termasuk di dalamnya gerakan mahasiswa.
Dalam kapasitas inilah, IMM perlu memperkuat kembali identitasnya sebagai khalifatullah dengan menginternalisasikan nilai-nilai sejarah yang telah diukirnya dalam mewujudkan misi kekhalifahan tersebut, sebagaimana paradigma awal berdirinya IMM.
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakng kelahiran organisasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) ?
2. Bagaimana paradigama gerakan intelektual IMM masa lalu ?
3. Bagaimana paradigama gerakan intelektual IMM masa kini atau masa akan datang ?
IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) ialah organisasi mahasiswa Islam di Indonesia yang memiliki hubungan struktural dengan organisasi Muhammadiyah dengan kedudukan sebagai organisasi otonom yang memiliki tujuan “Mengusahakan Terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah”.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) didirikan di Yogyakarta pada tangal 14 Maret 1964, bertepatan dengan tanggal 29 Syawwal 1384 H. Dibandingkan dengan organisasi otonom lainya di Muhammadiyah, IMM paling belakangan dibentuknya. Organisasi otonom lainnya seperti Nasyiatul `Aisyiyah (NA) didirikan pada tanggal 16 Mei1931 (28 Dzulhijjah 1349 H); Pemuda Muhammadiyah dibentuk pada tanggal 2 Mei 1932 (25 Dzulhijjah 1350 H); dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM, yang namanya diganti menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah [IRM]) didirikan pada tanggal 18 Juli 1961(5 Shaffar 1381 H).
Kelahiran IMM dan keberadaannya hingga sekarang cukup sarat dengan sejarah yang melatarbelakangi, mewarnai, dan sekaligus dijalaninya. Dalam konteks kehidupan umat dan bangsa, dinamika gerakan Muhammadiyah dan organisasi otonomnya, serta kehidupan organisasi-organisasi mahasiswa yang sudah ada, bisa dikatakan IMM memiliki sejarahnya sendiri yang unik. Hal ini karena sejarah kelahiran IMM tidak luput dari beragam penilaian dan pengakuan yang berbeda dan tidak jarang ada yang menyudutkannya dari pihak-pihak tertentu. Pandangan yang tidak apresiatif terhadap IMM ini berkaitan dengan aktivitas dan keterlibatan IMM dalam pergolakan sejarah bangsa Indonesia pada pertengahan tahun 1960-an; serta menyangkut keberadaan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada waktu itu.
Ketika IMM dibentuk secara resmi, itu bertepatan dengan masa-masanya HMI yang sedang gencar dirusuhi oleh PKI,serta terancam akan dibubarkan oleh rezim kekuasaan Soekarno. Sehingga kemudian muncul anggapan dan persepsi yang keliru bahwa IMM didirikan adalah untuk menampung dan mewadahi anggota HMI jika dibubarkan. Logikanya dalam mispersepsi ini, karena HMI tidak jadi dibubarkan, maka IMM tidak perlu didirikan. Anggapan dan klaim yang mengatakan bahwa IMM lahir karena HMI akan dibubarkan, menurut Noor Chozin Agham, adalah keliru dan kurang cerdas dalam memberi interpretasi terhadap fakta dan data sejarah. Justru sebaliknya, salah satu faktor historis kelahiran IMM adalah untuk membantu eksistensi HMI dan turut mempertahankannya dari rongrongan PKI yang menginginkannya untuk dibubarkan.
Sesungguhnya ada dua faktor integral yang menjadi dasar dan latar belakang sejarah berdirinya IMM, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Yang dimaksud dengan faktor intern adalah faktor yang terdapat dan ada dalam organisasi Muhmmadiyah itu sendiri. Sedangkan faktor ekstern adalah hal-hal dan keadaan yang datang dari dan berada di luar Muhammadiyah, yaitu situasi dan kondisi kehidupan Sumat dan bangsa serta dinamika gerakan organisasi-organisasi mahasiswa.
Faktor intern sebetulnya lebih dominan dalam bentuk motivasi idealis dari dalam, yaitu dorongan untuk mengembangkan ideologi, paham, dan cita-cita Muhammadiyah. Untuk mewujudkan cita-cita dan merefleksikan ideologinya itu, maka Muhammadiyah mesti bersinggungan dan berinteraksi dengan berbagai lapisan dan golongan masyarakat yang majemuk. Ada masyarakat petani, pedagang, birokrat, intelektual, profesional, mahasiswa. dan sebagainya.Interaksi dan persinggungan Muhammadiyah dengan mahasiswa untuk merealisasikan maksud dan tujuannya itu, cara dan strateginya bukan secara langsung terjun mendakwahi dan mempengaruhinya di kampus-kampus perguruan tinggi. Tetapi caranya adalah dengan menyediakan dan membentuk wadah khusus yang bisa menarik animo dan mengembangkan potensi mahasiswa. Anggapan mengenai pentingnya wadah bagi mahasiswa tersebut lahir pada saat Muktamar ke-25 Muhammadiyah (Kongres Seperempat Abad Kelahiran Muhammdiyah) pada tahun 1936 di Jakarta. Pada kesempatan itu dicetuskan pula cita-cita besar Muhammadiyah untuk mendidirkan universitas atau perguruan tinggi Muhammadiyah.
Sejak kegiatan pendidikan tinggi atau perguruan tinggi Muhammadiyah berkembang pada tahun 1960-an itulah kembali santer ide tentang perlunya organisasi yang khusus mewadahi dan menangani mahasiswa. Sementara itu, menjelang Muktamar Muhammadiyah Setengah Abad di Jakarta pada tahun 1962, mahasiswa-mahasiswa perguruan tinggi Muhammadiyah mengadakan Kongres Mahasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta. Dari kongres ini pula upaya untuk membentuk organisasi khusus bagi mahasiswa Muhammadiyah kembali mengemuka. Pada tanggal 15 Desember 1963 mulai diadakan penjajagan berdirinya Lembaga Dakwah Mahasiswa yang idenya berasal dari Drs. Mohammad Djazman, dan kemudian dikoordinir oleh Ir. Margono, dr. Soedibjo Markoes, dan Drs. A. Rosyad Sholeh.
Dorongan untuk segera membentuk wadah bagi mahasiswa Muhammadiyah juga datang dari para mahasiswa Muhammadiyah yang ada di Jakarta seperti Nurwijoyo Sarjono, M.Z. Suherman, M. Yasin, Sutrisno Muhdam dan yang lainnya. Dengan banyaknya desakan dan dorongan tersebut, maka PP Pemuda Muhammadiyah—waktu itu M. Fachrurrazi sebagai Ketua Umum dan M. Djazman Al Kindi sebagai Sekretaris Umum—mengusulkan kepada PP Muhammadiyah—yang waktu itu diketuai oleh K.H. Ahmad Badawi—untuk mendirikan organisasi khusus bagi mahasiswa yang diiberi nama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah—atas usul Drs. Mohammad Djazman yang--, dan kemudian disetujui oleh PP Muhammadiyah serta diresmikan pada tanggal 14 Maret 1964 (29 Syawwal 1384). Peresmian berdirinya IMM itu resepsinya diadakan di gedung Dinoto Yogyakarta; dan ditandai dengan penandatanganan "Enam Penegasan IMM" oleh K.H. Ahmad Badawi, yang berbunyi:
1. Menegaskan bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa Islam;
2. Menegaskan bahwa kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM;
3. fungsi IMM adalah eksponen mahasiswa dalam muhammadiyah
4. IMM adalah organisasi Mahasiswa yang sah dengn tidak mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan serta dasar dan falsafah Negara.
5. Menegaskan bahwa ilmu adalah amaliah dan amala adalah ilmiah;
6. Menegaskan bahwa amal IMM adalah lilLahi Ta'ala dan seenantiasa diabdikan untuk kepentingan rakyat.
Sedangkan faktor ekstern berdirinya IMM berkaitan dengan situasi dan kondisi kehidupan di luar dan di sekitar Muhammadiyah. Hal ini paling tidak bertalian dengan keadaan umat Islam, kehidupan berbangsa dan bernegara rakyat Indonesia, serta dinamika gerakan mahasiswa.Keadaan dan kehidupan umat Islam waktu itu masih banyak dipenuhi oleh tradisi, paham, dan keyakinan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sesungguhnya. Keyakinan dan praktek keagamaan umat Islam, termasuk di dalamnya adalah mahasiswa, banyak bercampur baur dengan takhayul, bid`ah, dan khurafat.
Sementara itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga tengah terancam oleh pengaruh ideologi komunis (PKI), keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, dan konflik kekuasaan antar golongan dan partai politik. Sehingga, kendati waktu itu Indonesia telah merdeka selama kurang lebih 20 tahun, namun tidak bisa mencerminkan makna dan cita-cita proklamasi kemerdekaan. Demokrasi dan kedaulatan rakyat terkungkung, sementara tirani kekuasaan dan otoritarianisme merajalela akibat kebijakan demokrasi terpimpin ala Soekarno.
Pada intinya IMM lahir memang merupakan suatu kebutuhan Muhammadiyah dalam mengembangkan sayap dakwahnya dan sekaligus merupakan suatu asset bangsa untuk berpartisipasi aktif dalam kemerdekaan ini.
PARADIGMA GERAKAN INTELEKTUAL IMM MASA LALU
Dalam sejarah perjalanan bangsa pasca kemerdekaan Indonesia, mahasiswa merupakan salah satu kekuatan pelopor di setiap perubahan. Tumbangnya Orde Lama tahun 1966, Peristiwa Lima Belas Januari (MALARI) tahun 1974, dan terakhir pada runtuhnya Orde baru tahun 1998 adalah tonggak sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia. Sepanjang itu pula mahasiswa telah berhasil mengambil peran yang signifikan dengan terus menggelorakan energi “perlawanan” dan bersikap kritis membela kebenaran dan keadilan.
Arbi Sanit, ada lima sebab yang menjadikan mahasiswa peka dengan permasalahan kemasyarakatan sehingga mendorong mereka untuk melakukan perubahan. Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai pandangan luas untuk dapat bergerak di antara semua lapisan masyarakat. Kedua, sebagai kelompok masyarakat yang paling lama mengalami pendidikan, mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi politik terpanjang di antara angkatan muda. Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup unik melalui akulturasi sosial budaya yang tinggi diantara mereka. Keempat, mahasiswa sebagai golongan yang akan memasuki lapisan atas susunan kekuasaan, struktur ekonomi, dan akan memiliki kelebihan tertentu dalam masyarakat, dengan kata lain adalah kelompok elit di kalangan kaum muda. Kelima, seringnya mahasiswa terlibat dalam pemikiran, perbincangan dan penelitian berbagai masalah masyarakat, memungkinkan mereka tampil dalam forum yang kemudian mengangkatnya ke jenjang karier.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Ketika situasi nasional mengarah pada demokrasi terpimpin yang penuh gejolak politik di tahun 1960-an, dan perkembangan dunia kemahasiswaan yang terkotak-kotak dalam bingkai politik dengan meninggalkan arah pembinaan intelektual, beberapa tokoh angkatan muda Muhammadiyah seperti Muhammad Djaman Al-Kindi, Rosyad Soleh, Amin Rais dan kawan-kawan memelopori berdirinya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di Yogyakarta pada tanggal 14 Maret 1964. Sebagai organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah sifat dan gerakan IMM sama dengan Muhammadiyah yakni sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar. Ide dasar gerakan IMM adalah; Pertama, Vision, yakni membangun tradisi intelektual dan wacana pemikiran melalui intelectual enlightement (pencerahan intelektual) dan intelectual enrichment (pengkayaan intelektual). Strategi pendekatan yang digunakan IMM ialah melalui pemaksimalan potensi kesadaran dan penyadaran individu yang memungkinkan terciptanya komunitas ilmiah. Kedua, Value, ialah usaha untuk mempertajam hati nurani melalui penanaman nilai-nilai moral agama sehingga terbangun pemikiran dan konseptual yang mendapatkan pembenaran dari Al Qur’an. Ketiga, Courage atau keberanian dalam melakukan aktualisasi program, misalnya dalam melakukan advokasi terhadap permasalahan masyarakat dan keberpihakan ikatan dalam pemberdayaan umat.
Sejak awal IMM telah memiliki tiga landasan paradigma, Pertama IMM memiliki tauhid untuk bergerak(Action). Kedua, IMM memiliki semangat sosialisme islam seperti halnya yang dilambangkan dengan jas IMM warna merah. Namun sosialisme islam yang dimaksud berbeda dengan sosialisme Karl Marx, perbedaanya terletak kepada praksis. Sosialisme yang pertama bersifat transcendental-ketuhanan dan berorientasi kepada akhirat sedangkan yang kedua lebih kepada persoalan keduniaan. Jadi tauhid berfungsi untuk pembebasan. Ketiga IMM melakukan mobilitas horizontal yang menjadi antitesis mobilitas vertical, oleh sebab itu , sangat tepat bila adanya kecerabutan dari paradigma awal IMM sehingga patutnya kembali meneguhkan paradigma awal tersebut sebagai spirit perjuangan ikatan, sebagai upaya membangun gerakan intelektualitas. Agenda yang paling strategis adalah dengan mengembangkan intelektual yang dimilikinya melalui berbagai pengkajian dan dialog dalam berbagai bentuk , juga diadakan penelitian yang harus tetap terkait dengan pengembangan tradisi intelektual dan dakwah dan juga harus searah dengan moral dakwah tersebut dengan mengembangkan didalam kalangan masyarakat.
Melihat pola pikir IMM cenderung terjebak pada aktivisme yang kadang-kadang terlupakan kepada pengelolahan nalar berfikir kritis sebagai dasar gerakan intelektual.
Melihat pola pikir IMM cenderung terjebak pada aktivisme yang kadang-kadang terlupakan kepada pengelolahan nalar berfikir kritis sebagai dasar gerakan intelektual.
PARADIGMA GERAKAN INTELEKTUAL IMM MASA KINI/MASA AKAN DATANG
Saat ini tidak dapat dipungkiri bahwa gerakan mahasiswa mengalami masa dipersimpang jalan. Banyak pihak beropini bahwa terjadi kemunduran “kualitas” gerakan mahasiswa, bila dibandingkan angkatan gerakan mahasiswa yang sekarang jadi pejabat negeri ini. Dalam hal ini tentunya secara umum tidak terkecuali menimpa Ikatan, namun dengan beberapa kekhususan akar masalah.
Kalau kita rujuk sejumlah dokumen yang dihasilkan IMM dari muktamar ke muktamar, banyak keputusan-keputusan yang cukup strategi. Tetapi bagaimana melaksanakan keputusan-keputusan yang dimaksud tentu tidak mudah. Untuk merealisasikan keputusan-keputusan organisasi tersebut masih diperlukan upaya pencarian strategi-strategi baru yang aplikabel, masih diperlukan upaya pembaruan strategi yang dinilai usang agar menjadi segar, efektif, canggih, tajam, mendasar dan penuh dengan nuansa-nuansa kemajuan yang mampu memenuhi harapan-harapan umat masa kini dan masa mendatang. Manakalah pola-pola strategis gagal diupayakan, tidak perlu ditangisi jika pada kurun-kurun waktu mendatang IMM tidak saja semakin loyo dan lamban bergerak, tetapi lebih dari itu IMM akan ditinggalkan anggotanya atau para kadernya, ditinggalkan ummat dan mata rantai sejarahpun akan menjau, berpaling dari keberadaan IMM..
Untuk menghindari tragedi yang tidak mustahil akan terjadi itu, perlu adanya strategi yaitu, pertama, IMM harus mampu menampilkan paradigma yang tepat tentang dirinya serta mampu memahami paradigma tersebut secara tepat, yang kemudian di terjemahkan secara proporsional dalam realitas objektif di tengah-tengah komunitas sosialnya. Kedua, IMM harus mampu menorobos sekat-sekat eksklusivisme yang telah semakin kokoh menjeratnya
Tinjauan paradigma tentang eksistensi IMM, secara literal, sudah terkonsepsikan dalam identitasnya yang terdiri dalam enam poin yakni: 1) sebagai kader yang di dukung kualitas,2) memadukan akidah dan intektualitas,3) tertib ibadah, 4) tekun belajar,5) ilmu amaliah dan amal ilmiah, dan 6) untuk kepentingan masyarakat.
Pada dasarnya dapat dikemukakan bahwa IMM adalah organisasi mahasiswa yang mendasarkan diri pada tiga ranah penting, kemahasiswaan (basis intelektualitas), kemasyarakatan (basis humanitas), dan keagamaan (basis religiusitas, yang ketiganya memiliki keterkaitan yang satu dengan yang lainnya dalam menciptakan paradigma gerakan intelektual ikatan. Ketika paradigama ini kurang mampu untuk dipahami secara proporsional, maka akan memberikan peluang bagi kegagalan untuk menerjemahkannya di pentas sejarah.. dan IMM akan terus merangkak tertatih-tatih.
Bersangkutan dengan tiga ranah gerakan IMM, Mohammad Djazman Al-Kindi, ketua DPP IMM pertama kali, merumuskan bahwa Identitas IMM paling tidak ada 6 pokok yang perlu dijadikan prinsip dan dikembangkan untuk gerakan IMM masa ke masa, yaitu;
1. Sebagai kader harus di dukung oleh kualitas
2. Memadukan aqidah dan intelektualitas
3. Tertib dalam ibadah
4. Tekun belajar
5. Ilmu amaliah, amal ilmiah
6. Untuk kepentingan masyarakat
Untuk memperteguh beberapa rumusan gerakan intelektual tersebut, paling tidak bahwa gerakan yang intelektual yang dapt di kembangkan oleh IMM adalah sebagai berikut;Pertama, meneguhkan prinsip kesadaran tauhid. Peradaban dunia yang di bangun ummat manusia dewasa ini telah kehilangan nilai ketuhanannya (teosentrisme) bahkan mengarah kepada orientasi kemanusiaannya (antroposentrisme). Akibatnya, nasib kemanusiaan terancam oleh proses dehumanisasi sebagai akibat dari antroposentrisme. Sehingga, teoantroposentrisme menjadi sebuah keniscayaan orientasi hidup seseorang. Islam dijadikan cara pandang, spirit, dan motivasi. Dengan kesadaran akhirat, kiai Dahlan memperlajari surat Al-Ma’un tentang pentingnya pemihakan terhadap kaum mustad’afin. Alquran dijadikan cara pandang terhadap realitas, sebab dalam Al-qur’an pada hakekatnya menyimpan prinsip-prinsip kehidupan yang wajib untuk di pegang.
Kedua, menggunakan daya nalar intelektualnya untuk berfikir bebas. Sebab, seorang intelektual memilki karakter untuk dapat berfikir bebas tanpa adanya tekanan dari sistem, orang lain, maupun dorongan kelompok tertentu. Inilah intelektual murni, berdiri sendiri, tidak memilki afiliasi dengan kepentingan politik duniawi yang kotor.
Ketiga, mengusung pijar-pijar kebenaran. Pijar kebenaran adalah tanggung jawab moral kaum intelektual dari kalangan Mahasiswa. Muhammad Hatta memandang bahwa kaum intelektual memiliki tanggung jawab moral yang sangat besar terhadap krisis yang terjadi di bangsa ini. Sepanjang pergolakan sejarah bangsa, mahasiswa senantiasa melakukan peran intelektual yang sangat mulia dengan menjadi penentu nasib bangsa ini.
Keempat, memperdalam nalar intektualitas. Menurut Robert Nisbet, seorang intelektual memiliki kelebihan bila di bandingkan dengan filsuf dan sarjana. Seorang filsuf memiliki pikiran-pikiran yang mendalam (profundity,seorang sarjan memiliki pikiran-pikairan yang tajam dan total(depth and trhougness), sedangkan seorang intelektual memiliki pikiran-pikiran yang berabakat (briliaance). Seorang intelektual yang dapat menggunakan dan memanfaatkan daya bakatnya (brilliance),dengan baik maka dia dapat memiliki sifat-sifat yang dimiliki oleh sarjana ataupun filauf.
Untuk memperdalam nalar intelektual ini, IMM dapat memperluas dan menyediakan ruang-ruang pengembangan basis nalar intelektual. Ruang baca di buka lebar, ruang pikiran di semarakkan, dan ruang tulis dibudayakan sebagai bentuk aktualisasi nalar keilmuan tersebut. Tidak ada yang tidak mungkin untuk dilakukan, sebab bila ada kemauan yang tinggi untuk memnbangun IMM, dengan daya bakat yang dimilkinya, ruang-ruang pengembangan basis tersebut dapat dilakukan dengan baik. Pengembangan ruang basis nalar intelektual tersebut, menjadi sangat penting. Ruang baca membuat kader IMM peka terhadap realitas dunia, ruang piker mempertajam nalar intelektual, sedangkan tulis meneguhkan gerkan intelektual.
IMM memerlukam gerakan intelektual sebagai basis khusus dalam mengemban visi ama ma’ruf nahi mungkar. Namun demikian, upaya ini harus disokong dengan sistem kaderisasi yang mengarah kepada basis tersebut. Seba kaderisasi merupakan kunci utama dalam membentuk kader ikatan. Eksternalisasi tetap dilakukan dengan menjadi bagian terhadap penentu nasib bangsa ini dengan bekal nalar intelektual yang dimiliki, namun internalisasi dengan penanaman ideology terhadap kader sesuai paradigma awal tetap harus diteguhkan.( Sketsa Gerakan Intelektual IMM.
KESIMPULANSebagai salah satu organisasi kemahasiswaan, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), harus mampu menunjukkan eksistensinya di tengah pergolakkan zaman, dan persaingan antar organisasi-organisasi kemahasiswaan lainnya. Untuk itu perlu adanya peneguhan paradigma gerakan intelektual IMM, yang memiliki paradigama awal yaitu: pertama, Tauhid, kedua, memilki semangat sosialisme islam, dan yang ketiga, mobilitas horisontal yang menjadi antithesis mobilitas vertical, yang selaras dengan tri kompetensi yaitu: intelektualitas, spiritualitas dan humanitas.
Selain itu, Untuk memperteguh daya nalar intelektual para kader, paling tidak gerakan intelektual yang dapat dikembangkan oleh IMM adalah:
1. Meneguhkan prinsip kesadaran tauhid , yang saat ini mulai terpuruk
2. Menggunakan nalar intelektualnya untuk berfikir bebas sebab seorang intelektual harus memiliki karakter untuk dapat berfikir bebas tanpa adanya tekanan
3. Mengusung pijar–pijar kebenaran, adalah tanggung jawab moral kaum intelektual dari kalangan mahasiswa.
4. Memperdalam nalar intelektual
5. Menghindari adanya krisis kepemimpinan sebagai kenyataan dari masalah IMM dimasa kini ,bentuk dari kekecewaan para kader IMM yang memang dari mereka yang kurang berpotensi kurang adanya pengkajian lebih baik,akibatnya banyak kader yang memandang organisasi mulia seperti IMM hanya sebagai batu loncatan para kadernya sendiri untuk keorganisasi intra,akibat dari kurangnya jiwa kemimpinan yang terstruktur.
IMM memang memerlukan gerakan intelektual sebagai basis khusus dalam mengemban visi amar ma’ruf nahi munkar. Namun demikian,upaya ini harus disokong dengan system kaderisasi yang mengarah pada basis tersebut,sebab kederisasi menjadi kunci utama dalam membentuk kader ikatan,Eksternalisasi tetap dilakukan dengan menjadi bagian terhadap penentu nasib bangsa ini dengan menanamkan ideologi terhadap kader sesuai dengan paradigma awal tetap harus diteguhkan.
0 komentar:
Posting Komentar