Rabu, 17 Agustus 2011

MEMBANGUN KARAKTERISTIK GERAKAN

Mengkondisikan kampus dengan satu perspektif saja, apakah itu perspektif pimpinan universitas, perspektif dosen dalam sistem perkuliahan yang masih berparadikma dosen centries yang akan menghambat proses kematangan keilmuan kader-kader mahasiswa dan berakibat semakkin jauhnya kader-kader mahasiswa dari kesadaran akan tanggung jawabnya sebagai agent of social change
Hal demikian juga akan hanya menciptakan iklim masyarakat kampus yang individu-indiviunya jauh dari kesadaran sampai dimana dirinya dan mayarakatnya berjalan dank e arah mana berjalannya itu. Mental perubahan terbentuk dari bangunan paradikma yang dibangun pada pikiran dan hati sanubari para kader, dan kultur akademik seolah mengambil porsinya tersendiri dalam bangunan paradikma para kader. Dalam hal ini kita bersepakat bahwa iklim an atau bangunan kultur akademik di kampus-kampus memiliki porsi ang dominant dalam menentukan bangunan paradigma yang akan menentukan mental perubahanyang terbangun dalam setiap pribadi para kader mahasiswa.
Kondisi masyarakat kampus yang demiian, membentuk bangunan kultur akademik yang hanyut dalam hanya satu arus pemahaman tentang sperti apaidealnya karakter akademisi yang menghuni basis-basis kaum intelektual muda mahasiswa kampus yaitu pemahaman bahwa mahasiswa hanya kuliah dan mengejar indeks prestasi tinggi, tanpa ada kondisi yang memungkinkan untuk merubah pemahaman tersebut kearah pemahaman bahwa mahasiswa adalah satu identitas yang membentuk karakter individu yang menyandang identitas tersebut dekat dengan semua permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak bias ditawar-tawar lagi, inilah sejatinya identitas mahasiswa.
Kemudian sistem perkaderan yang seperti apa yang dapat melahirkan melahirkan kader-kader yang memiliki karakter kuat untuk menjadi motor penggerak kearah perubahan tatanan social yang lebih berkeadilan ditengah dinamika ekonomi, soial dan politik bangsa hari ini.
Sebagai sebuah gerkan mahasiswa, imm sudah menginjak di usia yang ke 44, dimana usia tersebut seharusnya menjadi usia yang diidentikkan dengan fase kematangan. Baik kematagan tentang gerakan, sikap organ dan juga matang dalam berpikir. Itu adalah sebuah kondisi yang normal, namun tidak demikian yang terjadi di imm. Karena sejarah telah mencatat bahwasanya gerak ikatam ini sering kali limbung bahkan mengalami koma (untuk tingkatan DPP) selama beberapa decade. Praktis jika kita menakar kembali kehadiran imm di kancah pergerakan, kita harus mengakui bahwasanya kita masih polos. Dan akibat dari kepolosan itulah, kader-kader imm mudah diombang-ambingkan keadaan, mudah terseret arus yang sengaja di hembuskan ole gerakan lain, ata bahkan yang paling memilukan adalah terjadinya migrasi kader secara berjamaah ke organ gerakan lain seraya mengatakan imm tidak jelas mabda’nya, imm tidak jelas kelaminnya bahkan lebih tragis lagi dikatakan imm tidak islami, kiri anti masjid bahkan kafir.permasalahan diatas adalah realitas meskipun untuk saat ini kejadian seperti itu semakin menyusut.
Sebagai sebuah gerakan mahasiswa, imm mengambil segmentasi di wilayah intelektual, wilayahdakwah dan wilayah social yang mana merupakan hasil pembacaan yang mendalam para “the founding fathers” kita dan juga sebagai anitea dari gerakan kemahasiswaan yang ada pada saat itu. Oleh karena itu, imm menjadi orgaisasi yang unik karena sifat gerakannya yang membumi melalui ggerakan dakwah dan gerakan social serta gerakan yang sifatnya elite melalui gerakan intelektual.
Namun secara perlahan imm sendiri mengalami stagnasi.merosotnya pamor imm, mudahnya imm kehilangan kader bahkan dipandang sebelah mata kehadirannya menjadi hal yang harus segera dibenahi.
Setidaknya ada beberapa hal yang melatar belakangi mengapa gejala tersebut mewabah di tubuh imm.antara lain:
Lemahnya trintas di tubuh kader
Secara normative bias kita petakan dari wilayah gerak di atas menjadi ranah-ranah intelektualiatas, religiusitas dan humanitas. Ranah-ranah ini yang kemudian mengkristal dalam tubuh imm engan sebutan trinitas imm atau dengan nama lain tri kompetensi dasar imm. Lemahnya trinitas dalam tubuh imm bias menjadi indikasi awal dari lemahnya loyalitas dan militansi seorang kader. Sebagai contoh, ambillah parameter tentang religiusitas seorang kader. Dijelaskan bahwa seorang kader imm harusnya mempunyai pemahaman dan implementasi aqidah yang bulat dan utuh, tertib dalam ibadah serta berpemahaman agama yang inklusif, pluralis, egaliter dan liberal. Hal innilah yang sering menjadi titik lemah imm, sehingga mudah dimanfaatkan oleh gerakan lain untuuk menjudge bahwa imm tidak islami, imm kering akan sentuhan ruhiyah dan sepiritual, anti syari’at ahkan kafir. Stigma negative atau black campaigne ini jelas-jelas merugikan imm, meskipun harus jujur kita akui bahwasanya hal tersebut tidak sepenuhnya benar dan juga tidak sepenuhnya salah.
Contoh lain adalah parameter intelektualitas, dimana kader imm harus bersemangat individuasi yakni proses pemaksimalan potensi diri melalui proses membaca, menulis dan berdiskusi bias disebut segitiga intelektual, tanpa adnya pembatasan wacana. Potensi ini juga belum tergarap secara maksimal karena banyak kader yang enggan membiasakan diri untuk melakukan individuasi, minimal membaca. Bahkan anggaran untuk membeli buku pun tak tersedia karena lebih senang dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan perut dan gaya hidup hedonis/
Pluralitas di tubuh imm adalah sebuah realita. Kita bias menyaaksikan beraneka ragam tipikal kader dari segi pemikiran, tampilan lahiriyahhingga asal muasal organisasi. Bukan hal yang aneh jika ada kader imm yang gandrung dengan wacana kanan maupun kekiri-kirian. Bukan hal yang aneh pula jika ada sebagian kader imm berbaju koko atau bergamis serta bercelana cingkrang dan sebagian kader yang lain berkaos oblongbergambar che Guevara dan bercelana jeans. Bukan hal yang aneh jika ada immawati berjilbab besar dan bercadar ataupun berjilbab kecil. Namun manajemen dan transformasi akan keragaman kader ini sering kali macet karena factor intern immsendiri yaitu ketidaksiaan dan ketidak-pede-an para pimpinan untuk menerima dan membimbing kader-kader potensial ini.
Persoalan diatas adalah sebuah realitas dan kita tidak bias menutup mata akan hal itu. Untuk itu ada beberapa hal yang bias dilakukan untuk menambal kelemahan-kelemahan yang terjadi di imm.
Penguatan trinitas imm
Trinitas imm adalah salah satu modal dari pijakan kuat bagi imm untuk membangun gerakannya. Parameter-parameter yang telah dijelaskan diatas bias menjadi acuan dalam proses didik diri kader. Penggalia terhadap nilai-nilai ideologis (islam, muhammadiyah dan imm) harus senantiasa dilakukan, tanpa meninggalkan sisi ritual yang menjadi kewajibanbagi seorang muslim. Atau jika perlu, sebagai penguat spiritkeberagamaandi tubuh imm di lakukan sholat lail berjama’ah sebagai sebuah tradisi baru bagi kader-kader imm. Karena kita pun harus jujur, bahwasanya shalat lail di kalangan imm belum membudaya dan hanya menjadi pelengkap ketika prosesi DAD berlangsung (itu pun masih jarang atau belum optimal)
Selain itu pemanfaatan masjid sebagai sentra kegiata imm bias menjadi pemupus stigma negative imm yang katanya gerakan kiri atau anti majid dsb. Dan ini bias menjadi tiik awal kembalinya masjid-masjid di kampus PTM ke pangkuan imm.
Pengaktifan kembali ruang-ruang diskusi sebagai aplikasi “segitiga intelektual” bias menjadi titik awal kebangkitan intelektual imm. Proses pertukaran wacana akan semakin mempercepat kematangan intelektual seorang kader. seperti format gerakan intelektual “baret merah” yang konsisten dijalankan PC IMM Cirendeu.
Perbaikan sistem kaderisasi imm
Kaderisasi menjadi bagian terpening dari sebuah keberlangsungan gerakan seperti halnya imm.. kader sebagai penopang organisai jangan sampai terabaikan keberadaan dan kebutuhannya. Sebagian besar motif seseorang unuk masuk di imm adalah karena factor keinginan mengenal islam lebih dalam. Hal ini adalah sah dan wajar bagi seorang anggota imm . untuk itulah sudah menjadi kewajiban bagi para pimpinan memfasilitasi kebutuhan kader terebut. Untuk itulah dibutuhkan suatu perangkat kurikulum yang berisi materi-materi perkaderan yang sistemik. Dimana nantinya, kurikulum ini diharapkan bisa menjadi pedoman bagi pelaksanaan perkaderan yang sifatnya non formal dan bisa dilaksanakan seminggu sekali. Hal ini bisa menjadi solusi atas kebuntuan proses perkaderan formal kita. Selain itu bisa menjadi pola interaksi yang dekat dan menyentuh sisi afektif seorang kader karena adanaya proes pemenuhan kebutuhan yang memang diharapkan seorang kader.
Paparan diatas adalah setitik ikhtiar bagi imm. Gerakan tanpa adanya evaluasi dan sikap kritis akan melahirkan status quo yang akan mematikan gerakan itu sendiri. Mentransformasikan kesalehan individu menuju kesalehan social mutlak dilakukan sebagaimana yang dicontohkan rosulullah SAW dan menjadi cirri dari intelektual profetik. Anggun dalam moral unggul dalam itelektual dan santun dalam aksi social tidak hanya menjadi jargon saja, melainkan menjadi realia gerakan imm. Zikir, Fikir Dan Ikhtiar adalah amunisi bagi gerakan ikatan. Wallahua’lam bshoab
Billahi fii sabiilil haq, fastabiqul khairat


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Jhoy Coles Arts | Bloggerized by Pk IMM Uhamka - Fakultas Agama Islam | thanks to Allah